Indonetwork.co.id (Jakarta) – Untuk memperkuat struktur perekonomian nasional, industri manufaktur menjadi sektor yang diandalkan. Karena itu, Pemerintah terus berupaya menggenjot nilai ekspor di sektor tersebut.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, dalam rangka menggenjot nilai ekspor, Indonesia akan aktif menjalin kemitraan ekonomi dengan berbagai negara melalui free trade agreement (FTA) atau comprehensive economic partnership agreement (CEPA).

Upaya itu dilakukan Indonesia dengan menggandeng empat negara yang tergabung dalam European Free Trade Association (EFTA). Dalam kemitraan tersebut Indonesia telah menandatangani skema IE-CEPA. Empat negara EFTA adalah Swiss, Liechtenstein, Islandia dan Norwegia.

Baca juga: Perkuat Struktur Perekonomian Nasional, Industri Manufaktur Jadi Andalan

“Kemitraan ini dapat dijadikan peluang untuk meningkatkan ekspor, karena bea masuk ke pasar global eropa hanya nol persen,” terang Airlangga.

Lebih lanjut beliau mengatakan, berbagai produk andalan Indonesia juga akan siap merambah pasar global, seperti perhiasan ke Swiss dan produk-produk lainnya seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki, termasuk juga produk IKM.

Airlangga menegaskan, pihaknya tengah mendorong peningkatan ekspor oleh industri yang memiliki kelebihan kapasitas. Hal ini karena telah mampu memenuhi pasar domestik. “Jadi memang perlu diperhatikan kombinasi pasar domestik dan ekspor supaya volumenya meningkat,” tandasnya.

Adapun sektor yang sedang dipacu, antara lain industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kelompok ini juga merupakan manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan dalam penerapan industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Baca juga: Tahun 2019, Pemerintah Targetkan 18 Kawasan Industri di luar Jawa Beroperasi

“Pada tahun 2030, Indonesia ditargetkan menjadi lima besar eksportir untuk industri makanan dan minuman di tingkat global,” ungkapnya. Implementasi industri 4.0 diyakini mampu meningkatkan ekspor makanan dan minuman nasional hingga empat kali lipat, dari target tahun ini sekitar USD12,65 miliar yang akan menjadi sebesar USD50 miliar pada 2025.

Sementara itu, industri TPT mampu kompetitif karena struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional. Sektor padat karya ini mampu memberikan share ekspor dunia sebesar 1,6 persen.

Pada tahun 2018, Kemenperin mematok ekspor industri TPT sebesar USD13,5 miliar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,95 juta orang. Tahun 2019, ekspornya diharapkan bisa mencapai USD15 miliar dan menyerap sebanyak 3,11 juta tenaga kerja. Periode Januari-Oktober 2018 ekspor TPT nasional telah menembus di angka USD11,12 miliar atau naik 7,1 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Di samping itu, industri karet sintetis berpeluang dongkrak nilai ekspor nasional. Hal ini seiring dengan investasi PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI), beberapa waktu lalu.

Diproyeksi nilai ekspor karet sintetis dari perusahaan ini mencapai USD250 juta dengan kapasitas produksi terpasang 120 ribu ton per tahun. Dalam pemanfaatannya, karet sintetis banyak dimanfaatkan untuk memproduksi ban, conveyor belt, komponen karet, alas kaki, serta pembungkus kabel listrik.

Dedy Mulyadi

Author

Enable Notifications OK No thanks